Bismillaahirrahmaanirrahiim     
Assalamualaikum warahmatullahi   wabarakatuh
============================
"Andai kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan  sedikit tertawa dan banyak menangis." (HR. Bukhari dan Muslim)
Indahnya hidup dengan celupan iman. Saat itulah terasa bahwa dunia bukan segala-galanya. Ada yang jauh lebih besar dari yang ada di depan mata. Semuanya teramat kecil dibanding dengan balasan dan siksa ALLAH Subhaanahu wa ta'ala.
1. Menyadari bahwa Dosa Diri tak akan Terpikul di Pundak Orang Lain
Siapa pun kita, jangan pernah berpikir bahwa dosa-dosa yang telah dilakukan akan terpikul di pundak orang lain.
Siapa pun..!! Pemimpinkah, tokoh yang punya banyak pengikutkah, orang kayakah,..??! Semua kebaikan dan keburukan akan kembali ke pelakunya.
Maha Benar ALLAH dengan firman-NYA dalam surah Al-An'am [6] ayat 164:
".....DIA adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-NYA kepadamu apa yang kamu perselisihkan."
Lalu, pernahkah kita menghitung-hitung dosa yang telah kita lakukan,..???
Seberapa banyak dan besar dosa-dosa itu,..???
Jangan-jangan, hitungannya tak beda dengan jumlah nikmat ALLAH yang kita terima.
Atau bahkan, jauh lebih banyak lagi (dosa kita).
Masihkah kita merasa aman dengan mutu diri seperti itu,..???
Belumkah tersadar kalau tak seorang pun mampu menjamin bahwa esok kita belum berpisah dengan dunia,..???
Belumkah tersadar kalau tak seorang pun bisa yakin bahwa esok ia masih bisa beramal,..???
Belumkah tersadar kalau kelak masing-masing kita sibuk mempertanggungjawabkan apa yang telah kita lakukan,..???
2. Menyadari bahwa Diri Teramat Hina di Hadapan yang Maha Agung
Di antara keindahan iman adalah anugerah pemahaman bahwa kita begitu hina di hadapan ALLAH yang Maha Perkasa.
Saat itulah, seorang hamba menemukan jati diri yang sebenarnya. Ia datang ke dunia ini tanpa membawa apa-apa. Dan akan kembali dengan selembar kain putih. Itu pun karena jasa baik orang lain.
Apa yang kita dapatkan pun tak lebih dari anugerah ALLAH yang tersalur lewat lingkungan. Kita pandai karena orang tua menyekolahkan kita. Seperi itulah sunnatullah yang menjadi kelaziman bagi setiap orang tua. Kekayaan yang kita peroleh bisa berasal dari warisan orang tua atau karena berkah lingkungan yang lagi-lagi ALLAH titipkan buat kita. Kita begitu faqir di hadapan ALLAH Subhaanahu wa ta'ala.
Seperti itulah ALLAH nyatakan dalam surah Faathir [35] ayat 15 sampai 17:
" Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada ALLAH; dan ALLAH DIA lah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.
Jika DIA menghendaki, niscaya DIA musnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu).
Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi ALLAH. "
3. Menyadari bahwa Surga tak akan Termasuki hanya dengan Amal yang Sedikit
Mungkin, pernah terangan-angan dalam benak kita bahwa sudah menjadi kemestian kalau ALLAH akan memasukkan kita kedalam surga.
Pikiran itu mengalir lantaran merasa diri telah begitu banyak beramal. Siang malam, tak henti-hentinya kita menunaikan ibadah. "Pasti, pasti saya akan masuk surga," begitulah keyakinan diri itu muncul karena melihat amal diri sudah lebih dari cukup.
Namun, ketika perbandingan nilai dilayangkan jauh ke generasi sahabat Rasulullah, kita akan melihat pemandangan lain. Bahwa, para generasi sekaliber sahabat pun tidak pernah aman kalau mereka pasti masuk surga. Dan seperti itulah dasar pijakan mereka ketika ada order-order baru yang diperintahkan Rasulullah.
Begitulah ketika turun perintah hijrah. Mereka menatap segala bayang-bayang suram soal sanak keluarga yang ditinggal, harta yang pasti akan disita, dengan satu harapan: 'ALLAH pasti akan memberikan balasan yang terbaik'. Dan itu adalah pilihan yang tak boleh disia-siakan. Begitu pun ketika secara tidak disengaja, ALLAH mempertemukan mereka dengan pasukan yang 3 kali lebih banyak dalam daerah yang bernama Badar. Dan taruhan saat itu bukan hal sepele: 'nyawa'. Lagi-lagi, semua itu mereka tempuh demi menyongsong investasi besar, meraih surga.
Begitulah ALLAH menggambarkan mereka dalam surah Albaqarah ayat 214:
" Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan ALLAH?' Ingatlah, sesungguhnya pertolongan ALLAH itu amat dekat. "
4. Menyadari bahwa Adzab ALLAH Teramat Pedih
Apa yang bisa kita bayangkan ketika suatu ketika semua manusia berkumpul dalam tempat luas yang tak seorang pun punya hak istimewa kecuali dengan izin ALLAH,..???
Jangankan hak istimewa, pakaian pun tak ada. Yang jelas dalam benak manusia saat itu cuma pada 2 pilihan: 'surga atau neraka'. Di dua tempat itulah pilihan akhir nasib seorang anak manusia.
" Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. " (QS. 'Abasa [80]: 34-37).
Mulailah bayang-bayang pedihnya siksa neraka tergambar jelas. Kematian di dunia cuma sekali. Sementara, di neraka orang tidak pernah mati. Selamanya merasakan pedihnya siksa. Terus, dan selamanya.
Seperti apa siksa neraka,..???
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menggambarkan sebuah contoh siksa yang paling ringan.
" Sesungguhnya seringan-ringan siksa penghuni neraka pada hari kiamat ialah seseorang yang di bawah kedua tumitnya diletakkan dua bara api yang dapat mendidihkan otaknya. Sedangkan ia berpendapat bahwa tidak ada seorang pun yang lebih berat siksaannya daripada itu, padahal itu adalah siksaan yang paling ringan bagi penghuni neraka. " (HR. Bukhari dan Muslim).
Belum saatnyakah kita menangis di hadapan ALLAH,..???
Atau jangan-jangan, hati kita sudah teramat keras untuk tersentuh dengan kekuasaan ALLAH yang teramat jelas di hadapan kita.
Imam Ghazali pernah memberi nasihat,
" Jika seorang hamba ALLAH tidak lagi mudah menangis karena takut dengan kekuasaan ALLAH, justru menangislah karena ketidakmampuan itu. "
Menangislah sekarang juga . . . !!!
Indahnya hidup dengan celupan iman. Saat itulah terasa bahwa dunia bukan segala-galanya. Ada yang jauh lebih besar dari yang ada di depan mata. Semuanya teramat kecil dibanding dengan balasan dan siksa ALLAH Subhaanahu wa ta'ala.
1. Menyadari bahwa Dosa Diri tak akan Terpikul di Pundak Orang Lain
Siapa pun kita, jangan pernah berpikir bahwa dosa-dosa yang telah dilakukan akan terpikul di pundak orang lain.
Siapa pun..!! Pemimpinkah, tokoh yang punya banyak pengikutkah, orang kayakah,..??! Semua kebaikan dan keburukan akan kembali ke pelakunya.
Maha Benar ALLAH dengan firman-NYA dalam surah Al-An'am [6] ayat 164:
".....DIA adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-NYA kepadamu apa yang kamu perselisihkan."
Lalu, pernahkah kita menghitung-hitung dosa yang telah kita lakukan,..???
Seberapa banyak dan besar dosa-dosa itu,..???
Jangan-jangan, hitungannya tak beda dengan jumlah nikmat ALLAH yang kita terima.
Atau bahkan, jauh lebih banyak lagi (dosa kita).
Masihkah kita merasa aman dengan mutu diri seperti itu,..???
Belumkah tersadar kalau tak seorang pun mampu menjamin bahwa esok kita belum berpisah dengan dunia,..???
Belumkah tersadar kalau tak seorang pun bisa yakin bahwa esok ia masih bisa beramal,..???
Belumkah tersadar kalau kelak masing-masing kita sibuk mempertanggungjawabkan apa yang telah kita lakukan,..???
2. Menyadari bahwa Diri Teramat Hina di Hadapan yang Maha Agung
Di antara keindahan iman adalah anugerah pemahaman bahwa kita begitu hina di hadapan ALLAH yang Maha Perkasa.
Saat itulah, seorang hamba menemukan jati diri yang sebenarnya. Ia datang ke dunia ini tanpa membawa apa-apa. Dan akan kembali dengan selembar kain putih. Itu pun karena jasa baik orang lain.
Apa yang kita dapatkan pun tak lebih dari anugerah ALLAH yang tersalur lewat lingkungan. Kita pandai karena orang tua menyekolahkan kita. Seperi itulah sunnatullah yang menjadi kelaziman bagi setiap orang tua. Kekayaan yang kita peroleh bisa berasal dari warisan orang tua atau karena berkah lingkungan yang lagi-lagi ALLAH titipkan buat kita. Kita begitu faqir di hadapan ALLAH Subhaanahu wa ta'ala.
Seperti itulah ALLAH nyatakan dalam surah Faathir [35] ayat 15 sampai 17:
" Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada ALLAH; dan ALLAH DIA lah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.
Jika DIA menghendaki, niscaya DIA musnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu).
Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi ALLAH. "
3. Menyadari bahwa Surga tak akan Termasuki hanya dengan Amal yang Sedikit
Mungkin, pernah terangan-angan dalam benak kita bahwa sudah menjadi kemestian kalau ALLAH akan memasukkan kita kedalam surga.
Pikiran itu mengalir lantaran merasa diri telah begitu banyak beramal. Siang malam, tak henti-hentinya kita menunaikan ibadah. "Pasti, pasti saya akan masuk surga," begitulah keyakinan diri itu muncul karena melihat amal diri sudah lebih dari cukup.
Namun, ketika perbandingan nilai dilayangkan jauh ke generasi sahabat Rasulullah, kita akan melihat pemandangan lain. Bahwa, para generasi sekaliber sahabat pun tidak pernah aman kalau mereka pasti masuk surga. Dan seperti itulah dasar pijakan mereka ketika ada order-order baru yang diperintahkan Rasulullah.
Begitulah ketika turun perintah hijrah. Mereka menatap segala bayang-bayang suram soal sanak keluarga yang ditinggal, harta yang pasti akan disita, dengan satu harapan: 'ALLAH pasti akan memberikan balasan yang terbaik'. Dan itu adalah pilihan yang tak boleh disia-siakan. Begitu pun ketika secara tidak disengaja, ALLAH mempertemukan mereka dengan pasukan yang 3 kali lebih banyak dalam daerah yang bernama Badar. Dan taruhan saat itu bukan hal sepele: 'nyawa'. Lagi-lagi, semua itu mereka tempuh demi menyongsong investasi besar, meraih surga.
Begitulah ALLAH menggambarkan mereka dalam surah Albaqarah ayat 214:
" Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan ALLAH?' Ingatlah, sesungguhnya pertolongan ALLAH itu amat dekat. "
4. Menyadari bahwa Adzab ALLAH Teramat Pedih
Apa yang bisa kita bayangkan ketika suatu ketika semua manusia berkumpul dalam tempat luas yang tak seorang pun punya hak istimewa kecuali dengan izin ALLAH,..???
Jangankan hak istimewa, pakaian pun tak ada. Yang jelas dalam benak manusia saat itu cuma pada 2 pilihan: 'surga atau neraka'. Di dua tempat itulah pilihan akhir nasib seorang anak manusia.
" Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. " (QS. 'Abasa [80]: 34-37).
Mulailah bayang-bayang pedihnya siksa neraka tergambar jelas. Kematian di dunia cuma sekali. Sementara, di neraka orang tidak pernah mati. Selamanya merasakan pedihnya siksa. Terus, dan selamanya.
Seperti apa siksa neraka,..???
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menggambarkan sebuah contoh siksa yang paling ringan.
" Sesungguhnya seringan-ringan siksa penghuni neraka pada hari kiamat ialah seseorang yang di bawah kedua tumitnya diletakkan dua bara api yang dapat mendidihkan otaknya. Sedangkan ia berpendapat bahwa tidak ada seorang pun yang lebih berat siksaannya daripada itu, padahal itu adalah siksaan yang paling ringan bagi penghuni neraka. " (HR. Bukhari dan Muslim).
Belum saatnyakah kita menangis di hadapan ALLAH,..???
Atau jangan-jangan, hati kita sudah teramat keras untuk tersentuh dengan kekuasaan ALLAH yang teramat jelas di hadapan kita.
Imam Ghazali pernah memberi nasihat,
" Jika seorang hamba ALLAH tidak lagi mudah menangis karena takut dengan kekuasaan ALLAH, justru menangislah karena ketidakmampuan itu. "
Menagislah  sekarang juga . . .!!!
Karena...
Orang yang sakit jiwa semakin  membludak.
Mereka bangga berbuat dosa.
Mereka bangga  mempertontonkan 'aib'.
Dan mereka bangga kalau perbuatan maksiat  yang mereka lakukan dapat di konsumsi publik.
Menangislah  sekarang juga . . . !!!
Karena....
Bekal kita untuk hidup di alam  baqa sangatlah sedikit.
Dosa kita menggunung tinggi dan membuncah  bagaikan ombak di lautan.
Sementara kita merasa bangga karena  telah berbuat amal sholeh.
Menangislah sekarang juga . . . !!!
Karena....
Semua  orang mati, kecuali orang yang berilmu.
Semua yang berilmu tidur,  kecuali orang yang beramal.
Dan semua yang beramal sia-sia,  kecuali orang yang beramal dengan ikhlas.
Itulah  realitas  kehidupan di dunia yang telah ALLAH tetapkan pada semua  manusia tanpa  terkecuali, dahulu, sekarang dan yang akan datang.
Apakah  ia  presiden, raja, rakyat jelata, kaya, miskin, berilmu, jahil,  jendral,  kopral, bangsa Asia, Eropa, Amerika, Timur, Barat, Kutub Utara  dan  Selatan, wanita maupun pria.
Ajal masing-masing sudah dibatasi,  kendati angan-angannya jauh melebihi ajalnya.
Sebab-sebab  kematiannyapun beragam, setiap saat mengintai dan siap menerkamnya.
Sampai-sampai  Rasulullah mengibaratkan sebab-sebab tersebut dengan binatang-binatang  buas yang setiap saat siap menerkamnya.
Kendati demikian,  manusia sering melupakan ajal (batas jatah hidup di dunia) yang pasti  itu.
Karena tergiur kepentingan-kepentingan duniawi yang serba  tidak pasti dan menipu.
Persis seperti tergiurnya para penjudi  yang setiap saat mengharapkan keberuntungan.
ALLAH  berfirman dalam surah Al-Mu’minun (23): 114, 115, 116 :
" Kamu   tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu   sesungguhnya mengetahui. Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya   Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan   dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi ALLAH, Raja yang  Sebenarnya;  tidak ada Rabb selain DIA, Rabb (yang mempunyai) 'Arsy yang  Mulia. "
Dengan menangis membuat kita menjadi lebih lega  setelah mengalami proses kehidupan.
Dengan menangis membuat kita  menjadi tabah.
Dan dengan menangis membuat kita menjadi sadar  bahwa semuanya telah terjadi, dan kita harus tabah menerima semuanya.
Namun....
Tetaplah  semangat menghadapi kehidupan.
Biarlah airmata mengalir sesaat  dan kemudian tergantikan dengan semangat.
Untuk melanjutkan sebuah  cita-cita peradaban dan kemenangan.
Di jalan yang lurus demi  menggapai ridha ALLAH subhaanahu wa ta'ala.
Menangislah sekarang juga . . . !!!
=====
Sebuah renungan untukku, untukmu, untuk kita semua.
Semoga tulisan ini dapat  membuka pintu hati yang terkunci
Barakallahufiikum.semoga bermanfaat 
Mohon sampaikan ini kepada yang lain.  Wassalamu'alaikum  warohmatullahi wabarokatuh
-------------------------------- 
 
 

Ulasan ini telah dialihkan keluar oleh pengarang.
BalasPadamkeren abis mbak, nice arikel
BalasPadam